![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFlemvrCyvKYc2JB6Hbb9uaD_5tC0Zj7Jqm2Yn8QSbCaiG8YU2UvQc8_xkNtpXDh2Yk0u1TnhOnF_veEF_NPcVJ1Z2-7z-PSuaYmmVKK6X73OVVNGY5HbU1AFm8SHP74knUF0yBtymAxqR/s320/Foto0453.jpg) |
Pedalaman INHU, Suku Talang Mamak, Februari 2013 |
Orang luar beranggapan bahwa orang
miskin adalah manusia yang boros, malas, fatalistic, dungu, bodoh, dan mereka
sendirilah yang bertanggung jawab atas kemiskinannya, sangat meyakinkan, namun
sebagian besar meleset.
Banyak bukti berupa studi kasus yang menunjukkan bahwa
orang miskin itu pekerja keras, cerdik, dan ulet. Mereka harus memiliki sifat
seperti itu untuk dapat bertahan hidup dan terlepas dari belenggu rantai
kemiskinan yang terdiri dari: kemiskinan itu sendiri, kelemahan jasmani,
isolasi, kerentanan, dan ketidakberdayaan. Berikut macam-macam rumah tangga
miskin menurut Robert Chambers:
1.
Rumah
tangga yang miskin. Sedikit memiliki kekayaan. Tempat tinggal kecil, tempat
tinggal terbuat dari kayu, bamboo, tanah liat, jerami, dan sedikit memiliki
perabot rumah tangga. Tidak mempunyai jamban, tidak memiliki lahan garapan,
tidak memiliki hewan ternak kalau pun ada hanya beberapa ekor saja. Rumah
tangga selalu dalam keadaan berutang, pakaiannya sangat sedikit dan tua.
Produktivitas tenaga kerja keluarganya sangat rendah. Persediaan dan arus
makanan atau uang dalam keluarga sedikit sekali, tidak menentu, musiman, dan
tidak mencukupi. Rumah tangga tergantung kepada seorang majikan yang kadang
memberi pekerjaan dan kadang tidak. Seluruh anggota keluarga bekerja semampunya
kecuali yang masih kecil, terlalu tua, cacat dan sakit parah. Tingkat
pendapatan keluarga rendah, dan pada musim paceklik lebih rendah lagi.
2.
Rumah
tangga yang lemah jasmani. Suatu rumah tangga yang lebih banyak tanggungan
keluarga daripada pencari nafkahnya. Tanggungan keluarga terdiri dari
anak-anak, orang tua renta, penderita sakit atau cacat. Rumah tangga selalu
kekurangan pangan pada musim-musim tertentu. Anggota keluarganya lemah jasmani
karena parasit, penyakit, atau kurang gizi. Tetapi kehamilan, tingkat
kelahiran, dan kematian bayi tinggi. Bayi yang d ilahirkan rata-rata memiliki
berat badan di bawah normal, dan semua anggota keluarga bertubuh kecil dengan
pertumbuhan badan yang kurang maksimal.
3.
Rumah
tangga yang tersisih dari kehidupan. Rumah tangga yang terisolasi dari dunia
luar. Tempat tinggalnya di daerah pinggiran, terpencil dari pusat keramaian dan
jalur komunikasi, jauh dari pusat perdagangan, dan pusat informasi. Anak dalam rumah tangga buta
huruf atau putus sekolah. Anggota keluarga tidak pernah ikut rapat atau
pertemua. Mereka tidak pernah menerima penyuluhan
4.
Rumah
tangga yag rentan. Rumah tangga yang sedikit sekali memiliki penyangga untuk
menghadapi kebutuhan yang mendadak. Jika ada
musibah, kewajiban social, kecelakaan, penyakit, kematian, biaya
perkawinan, menjadikan rumah tangga tersebut semakin melarat. Ini megharuskan
mereka menjual lahan, ternak, perhiasan dengan harga yang dipermainkan pembeli.
Kerentanan semakin bertambah pada waktu musim hujan dan paceklik. Keluarga menjadi
sangat rawan dengan penyakit dan kematian.
5.
Keluarga
tidak berdaya. Buta hukum, jauh dari batuan hukum padahal harus bersaing untuk
mendapatkan pekerjaan dan pelayanan pemerintah sehingga menjadi sasaran empuk
bagi penyalahgunaan kaum yag lebih kuat. Kedudukan sosialnya berada di tngkat
paling bawah. Rumah tangga ini mudah diperas oleh rentenir. Menyadari kekuatan
kaum kaya dan orang kota serta sekutu-sekutuya keluarga ini menghindari
kegiatan politik yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya dalam hal lapangan
kerja, sewa menyewa, permintaan pinjaman dan perlindungan atas dirinya.
Keluarga ini menyadari bahwa hanya dengan memasrahkan diri dia dapat selamat.
dalam mendampingi masyarakat sering kali seorang pendamping sosial merasa lebih pintar dari masyarakat padahal dari masyarakatlah kita belajar. Seorang Pendamping masyarakat baru dapat
dianggap berhasil jika sang pahlawan adalah rakyat itu sendiri dan bukannya
sang pendamping. Dalam mendampingi masyarakat masing masing pihak memiliki
peranannya, harus ada yang berperan menjadi orang orang lapangan yang melakukan
kerja-kerja langsung di tengah masyarakat (ground works). Mereka inilah pendamping
masyarakat sesungguhnya. Ada yang menjalankan peran di garis depan (frontline).
Mereka inilah para juru runding, juru bicara yang berurusan dengan pemerintah
atau politisi melalui lobi-lobi dan dengan kalanga media massa untuk keperluan
kampanye atau penyebaran informasi. Mereka inilah yang menjalankan peran
advokasi kebijakan.
Satu kunci keberhasilan proses pendampingan
masyarakat adalah memfasilitasi mereka sampai akhirnya mereka dapat memiliki
suatu pandangan dan pemahaman bersama mengenai keadaan dan masalah yang mereka
hadapi. Dimualai dari rakyat itu sendiri, ajak mereka berfikir kritis, lakukan
analisis kea rah pemahaman bersama, capai pengetahuan, kesadaran, dan perilaku
baru, lakukan tindakan dan lakukan evaluasi dari tindakan yang sudah dilakukan.
Satu hal yang harus diperhatiakan oleh
seorang pendamping masyarakat adalah jangan sekali-kali beranggapan bahwa
setiap permintaan yang datang dari masyarakat dipenuhi semuanya. Berdasarkan pengalaman ada keadaan tertentu
dimana kemudian terbukti sangatlah tidak bijak, bahkan kontra produktif jika
memenuhi permintaan masyarakat begitu saja tanpa melakukan penilaian awal
terlebih dahulu tentang seluk beluk permasalahannya secara cermat. Jika seorang
pendamping masyarakat menghadapi kasus yang mendesak sudah semestinya tidak
terlalu cepat ikut terpancing, apalagi sampai memberi kesan kuat kepada
masyarakat bahwa dia akan mampu mengatasi permasalahan mereka.
Seorang pendamping
tidak boleh lupa bahwa selalu ada waktu lain untuk memecahkan suatu permasalahan
yang sangat mendesak sekalipun, tidak selalu harus pada saat itu saja secara
seketika. Karena seorang pendamping dituntut untuk bertindak serealistik
mungkin dan tidak larut dalam romantisme berlebihan. Keadaan lain yang membuat
seorang pendamping harus berfikir dua kali adalah sebelum memenuhih permintaan
masyarakat ketika memasuki sebuah kasus yag sudah terlalu banyak pihak atau
organisasi yang terlibat didalamnya, sehingga sebenarnya masyarakat bingung
dengan keruwetan hubungan dan kerja sama yang tidak berjalan baik bukan bingung
denga permasalahan yang sebenarnya mereka hadapi.
Untuk menjadi seorang pendamping yang
baik salah satu persyaratan penting adalah dapat menemukan orang sebagai
penghubung di masyarakat. Banyak contoh selama ini memperlihatkan bahwa orang
yang tidak dianggap penting justru lebih mampu menjadi sumber informasi
terpercaya. Mereka biasanya adalah orang yang tidak banyak bicara bahkan
terkesan bukanlah pembicara yang cerdas tetapi mereka adalah orang yang
memiliki komitmen yang jelas, pekera keras, dan karena tidak terikat dengan jabatan apapun di masyarakat mereka
tak terlalu banyak pertimbangan kepentingan apapun misalnya takut kehilangan
muka atau jabatan. Adalah lebih baik
memilih mereka yang nampakya pemalu, gagap bicara, yang sering tidak
diperhatikan dalam pertemuan-pertemmuan tetapi ternyata bertanggung jawab
menyelesaikan tugasnya, aktif dalam kegiatan danmampu menyelesaikan banyak
pekerjaan yang mungkin Nampak sepele tetapi justru menentukan.
Satu hal penting yang justru sering
dilupakan oleh banyak pendamping, terutama mereka yang terlalu bersemangat
dengan segala macam gagasana perubahan social yang lebih besar adalah melupakan
unsur-unsur kemanusiaan dan bersifat pribadi dalam hubungan yang dijalaninya
dengan para penghubung setempat. Hanya menjadikan penghubung masyarakat sebagai
alat saja atau sekedar sumber informasi, sehingga hubungan dengan mereka
bersifat fungsional semata, kehilangan dimensi hubungan sebagai sesama manusia.
Seorang pendamping sosial yang memiliki
pandangan dan sikap kerakyatan tetapi nyaris tidak memiliki keterampilan teknis
untuk melaksanakannya hanyalah seorang aktivis kursi goyang. Masih cukup banyak
pendamping dan aktivis pergerakan social yang sering kesulitan merumuskan
secara rinci dan jelas apa sebenarnya yang mereka perjuangkan dalam jangka
panjang. Ini terjadi dikalangan para pendamping masyarakat atau aktivis muda
bersemangat yang masih suka terjebak dalam romantisme ideology atau teoritis.
Apalagi jika mereka memahami ide perubahan social hanya melalui rangkaian
diskusi akademis, hanya membaca dan mendengar teori tanpa pengalaman nyata
dalam dunia pergerakan social yag sebenarnya, tidak terlibat langsung dalam
proses pengorganisasian, bahkan tidak memiliki basis komunitas tertentu.
Salah satu hal yang menjadi catatan penting bagi pendamping sosial adalah bahwa mereka mengurusi sekelompok masyarakat yang ingin sama-sama berubah menjadi lebih baik kondisi kehidupannnya walaupun mengurusi masyarakat tidak akan ada garis finishnya karena permasalahan sosial akan terus ada. Salah satu jaminan kesinambungan
proses-proses pendampingan masyarakat adalah jaminan sumber penghidupan yang
layak dan tetap bagi para pendamping untuk menghidupi diri dan keluarganya.
SUMBER:
Robert Chambers, Pembangunan Desa
Tan dan Topatimasang, Mengorganisir Rakyat
Komentar
Posting Komentar