![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgquWRrciVUEuiyKq13esFDeJNjoh8-sjzcZan7DZPz7HM3InZDMSrF5R7u00Jq_Uy_XD-W41COQPlVc22fYspZwRv29TCUbDVIzJwZx_Y89ufdMw95aRr2P-1Br8XOI37sE8wQxoKlwqp1/s320/97c411fe-2e57-4687-906d-3577056381ab.jpg) |
Pendamping PKH dan Pendamping KOTAKU dalam acara sosialisasi pemukiman kumuh, 08/2019 |
1. Latar Belakang
Dalam hal
pengembangan masyarakat dibutuhkan keahlian yang berupa asesmen, kolaborasi,
dan fasilitasi. Dalam hal kolaborasi dibutuhkan kemampuan yang professional
dalam menangani masyarakat yang sedang dalam masa membutuhkan bantuan.
Kolaborasi
yang dilakukan disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Kolaborasi menekankan kerja sama antara pekerja social dan masyarakat serta
para professional. Dalam kolaborasi setiap pekerja social harus memiliki
keahlian dan keunggulan pribadi yang digunakan untuk merancang konsep
pengembangan masyarakat.
2. Rumusan Masalah
Tahap
Perkembangan Kelompok
1. Langkah-langkah
dalam proses pemecahan masalah kolaborasi
2. Sikap
pribadi yang menghambat kolaborasi
3. Pengujian
kelompok: sikap konstruktif dan destruktif
4. Unsur-unsur kolaborasi yang berhasil
3. Tahap
Perkembangan Kelompok
Pada
dasarnya terdapat tiga tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap kelompok
yaitu:
a. Tahap kerja sama
Tahap orientasi atau perkenalan ini
dicirikan oleh interaksi yang superficial diantara anggota kelompok. Sementara
kelompok berada dalam keadaan forming (terbentuk), anggota berada dalam keadaan
menjajaki dan memperlihatkan perilaku yang sopan terhadap satu sama lain.
Kelompok mulai mendefinisikan tujuan dan hambatan. Contoh dari tahap kerja sama
ini ialah pertemuan awal, informasi antara manajer kasus dan keluarga.
Pertemuan harus agak informal agar relasi antara orang tua dan pekerja social
mulai berkembang berdasarkan dukungan dan kerja sama.
b. Tahap koordinasi
Tahap transisi dan tahap bekerja
yang dicirikan dengan usaha anggota kelompok untuk bekerja bersama-sama
mencapai tujua yang sama. Kelompok berada dalam keadaan storming (mengalami
badai) titik pertikaian muncul ketika anggota merumuskan assessment dan usaha
untuk menetapkan tujuan. Ketika konflik berlanjut maka negosiasi terjadi
dan memberi kesempatan untuk mencapai tujuan yang disepakati sehingga peran
setiap anggota menjadi jelas.
c. Tahap kolaborasi
Dicirikan dengan perkembangan kohesi
kelompok. Aggota kelompok memperlihatkan motivasi, kesejatian, kujujuran, dan
penghormatan satu sama lain. Kelompok berkembang menjadi kelomok sejati dan
melakukan tindakan, mencappai keadaan norming (tertib) serta mencapai resolusi
untuk mencapai tujuan yang sama.
4. langkah-langkah dalam proses pemecahan masalah
kolaborasi
a. Uji kebutuhan anak, kekuatan,
kesulitan keluarga
Asesmen keluarga berbasis kekuatan
adalah esensial untuk menentukan kekuatan, keterampilan, minat,dan relasi
positif keluarga kepada pihak lain.
b. Tetapkan tujuan sementara dan
tentukan apakah semua system yang berkepentingan dilibatkan dalam kolaborasi. Setelah
asesmen yang seksama dibuat para kolaborator harus sensitive secara budaya
terhadap etnisitas anak dan keluarga serta melibatkan anggota lain yang
dianggap penting dalam identitas budaya keluarga tersebut.
c. Kembangkan secara bersama dan
sepakati tujuan bersama. Para kolaborator harus sama-sama merancang tujuan yang
spesifik dan dapat dicapai dalam waktu yang singkat. Rencana pelayanan biasanya
satu tahun, karenanya penambilan keputusan kolaboratif harus cepat, hati-hati,
dan bertujuan menyeluruh untuk mencapai rencana yang telah ditetapkan.
d. Jelaskan peran setiap orang dan bagaimana tenggung
jawab akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Setelah tujuan diklasifikasi ,
peran dan tugas kolaborator lebih mudah ditentukan. Dalam kolaborasi
multidisiplin adalah penting menyatakan secara jelas tugas masing-masing untuk
menjamin bahwa keputusan dan tujuan yang dispesifikasi dalam rencana
dilaksanakan secara spesifik oleh semua anggota.
e. Bekerja sama untuk mencapai tujuan,
menggunakan keahlian setiap kolaborator. Manajer kasus mengambil tangung jawab
untuk mengkoordinaskan konferensi kasus dan membantu kemajuan para partisipan.
Setiap pekerja professional sesuai dengan keahliannya bertanggung jawab atas
keputusan yang diambil dan bekerja sama secara kolaboratif dan pertimbangan
keahlian individu masing-masing.
f. Pantau proses dan ambil tanggung
jawab bersama atau apa yang terjadi. Kesepakatan pelayanan adalah alat ukur
yang esensial dalam memantau kemajuan rencana. Para kolaborator dapat
merenegosiasikan tujuan dan merevisi kesepakatan pelayanan pembuatan jadwal
peninjauan periodic dalam kesepakatan pelayanan adalah esensial karena ia
menjamin bahwa peninjauan terjadi dan memberikan kesempatan untuk diskusi yang
realistic tentang kelangsungan pencapaian rencana yang diinginkan.
g. Evaluasi hasil. Komponen utama dalam
proses pemecahan masalah kolaborasi ialah pengujian evaluasi berkelanjutan
kegiatan para penyelenggara. Lapporan atau konferensi periodic biasanya
dijadwalkan setiap tiga bulan yang berfungsi sebagai alat kendali untuk
meninjau kemajuan yang dicapai oleh setiap kolaborator.
5. Sikap
Pribadi Yang Menghambat Kolaborasi
a.
Ini adalah wilayahku
Kolaborator enggan untuk menyerahkan
apa yang mereka aggap sebagai wilayahnya.
b.
Hanya ada satu bos dan itu adalah aku
Ada orang yang tidak mau melepaskan
peran independent yang dipegang dalam usaha nonkolaborasi. Mengatasinya adalah
dengan mengembangkan kemampuan dan kepemimpinan yang entusiastikyang berfokus
pada keberhasilan tugas kelompok.
c.
Apa yang sedang dibicarakan oleh orang tolol itu
Kuragnya terminology yang dipahami
bersama dapat berasal dari perspektif yang berbeda dikalangan professional yang
menghambat proses komunikasi.
d.
Kami adalah orang profesional.
Kadang professional tidak melibatkan
keluarga dalam perencanaan.
e.
Buta terhadap perbedaan
Pemahaman akan nilai-nilai dan
praktek semua masyarakat adalah penting bagi kolaborasi yang efektif.
6. Pengujian
Kelompok: Sikap Konstruktif Dan Destruktif
a.
Sikap konstruktif
1. Praktis. Berpengalaman, rendah hati,
dan hanya menjanjikan apa yang dapat dicapai
2. Berpendidikan luas.
3. Berpusat pada keluarga
4. Fleksibel
5. Dapat dipercaya
6. Mendukung orang lain
7. Dapat diandalkan
8. Sabar
b. Sikap
destruktif
1.
Impraktis. Tidak berpengalaman, terlalu optimistic, dan membuat rekomendasi
yang tidak dapat dicapai.
2. Pemikir
kaku. Berfikir sempit dan kurang informasi. Mempertahankan kesetiaan terhadap
sudut pandang sendiri
3. Tidak
dapat dipercaya
4. Sangat
kritis terhadap setiap orang dan semua hal
5. Mengendalikan
Senang pada perebutn kekuasaan ,
memiliki agenda tersembunyi dan teritorialisme.
7. Unsur-Unsur Kolaborasi Yang Berhasil
a. Prosesnya direncanakan,
bertujuan, sistematik
b. Konsensus
c. Tim bekerja atas dasar rencana
yng berfokus
d. Pelayanan yang dibutuhkan
diidentifikasi dan disesuaikan dengan kebutuha
e. Pelayanan masyarakat digunakan
secara arif dan efisien
f. Pelayanan diberikan secara
efektif
Jurang atau duplikasi usaha
dikurangkan atau diperbaiki
Brager (1987) dan Holloway (1978)
membagi 3 jenis teknik (taktik) dalam pengembangan masyarakat:
1. Kolaborasi
(kerjasama)
Kolaborasi dilakukan apabila sistem
sasaran setuju (mudah teryakinkan untuk sepakat) dengan sistem kegiatan
mengenai perlunya perubahan dan dukungan alokasi sumber. Ada dua jenis teknik
kolaborasi, yaitu:
a. Implementasi
Digunakan manakala sistem kegiatan
dan sistem sasaran bekerja sama dengan kesepakatan akan perubahan yang
diinginkan serta adanya dukungan pengambil keputusan akan alokasi dana yang
dibutuhkan.
b. Membangun
kapasitas (capacity building) yang dilakukan melalui :
1).
Partisipasi, mengacu pada kegiatan-kegiatan yang
berupaya untuk melibatkan anggota
sistem klien
dalam
usaha perubahan.
2).
Pemberdayaan (empowerment)
2. Kampanye
(penyuluhan sosial)
Teknik ini
diperlukan untuk dilakukan apabila sistem sasaran tidak menolak untuk
berkomunikasi dengan sistem kegiatan, akan tetapi konsensus akan perlunya
perubahan belum tercapai, atau sistem sasaran mendukung perubahan tetapi tidak
ada alokasi sumber untuk perubahan tersebut.
1. Teknik
Edukasi
Sistem
perubahan berinteraksi dengan sistem sasaran dengan menyajikan berbagai
persepsi, sikap, opini, data dan informasi mengenai perubahan yang diinginkan,
dengan tujuan untuk meyakinkan sistem sasaran mengubah cara berpikir atau
bertindaknya, yang selama ini dianggap kurang sejalan dengan perubahan yang
diperlukan.
2. Teknik
Persuasi
Mengacu pada
seni untuk meyakinkan orang lain agar menerima dan mendukung
pandangan-pandangannya atau persepsinya mengenai suatu isu. Terbagi menjadi
tiga:
a). Kooptasi (cooptation)
Meminimalkan kemungkinan terjadinya
oposisi dengan cara menyerap atau melibatkan anggota-anggota sistem sasaran ke
dalam sistem kegiatan. Pelibatan anggota kelompok sasaran secara individual
disebut “informal cooptation”, sedangkan melibatkan sistem sasaran secara
kelompok disebut ‘formal cooptation”.
b). Lobi (Lobbying)
Lobi adalah bentuk persuasi yang
mengarah pada perubahan kebijakan di bawah jelajah sistem pengendalian.
Kegiatan diarahkan pada para elit yang menjadi kunci dalam perumusan
kebijakan. Hal yang penting dipertimbangkan dalam melakukan lobi adalah
faktual dan jujur; tidak berbelit-belit dan didukung data; diskusi diarahkan
pada tinjauan kritis mengenai objek pembicaraan(sisi baik dan buruknya).
c). Penggunaan Media Massa
Mengembangkan dan menayangkan
cerita-cerita yang bernuansa berita ke dalam media-media elektronik maupun
cetak dengan tujuan untuk mempengaruhi pendapat umum. Teknik ini digunakan
untuk mendesak para pengambil keputusan untuk menyepakati cara-cara pemecahan
masalah yang telah teridentifikasi.
3. Kontes
Kontes dilakukan apabila sistem
sasaran tidak setuju dengan perubahan dan atau alokasi sumber dan masih terbuka
bagi terjadinya komunikasi mengenai ketidaksepakatan ini. Kegiatan yang
termasuk kategori teknik ini, adalah:
a. Tawar menawar (bargaining)
dan negosiasi
Teknik negosiasi dilakukan apabila
kesepakatan atas pelaksanaan perubahan yang harus dilakukan, masih belum
dicapai, dan masih perlu dirundingkan. Atau, kesepakatan mengenai perubahan
yang diinginkan telah dapat dicapai, akan tetapi alokasi sumber yang
diperlukanmasih belum disepakati.
b. Aksi masyarakat atau kelompok besar.
Teknik aksi sosial, hanya dilakukan
apabila pekerja sosial berhadapan dengan situasi dimana masy. berada dalam
fihak yang dirugikan, dan pekerja sosial maupun masy. tidak melihat adanya
kesamaan tujuan antara berbagai fihak yang seharusnya bekerja sama untuk
kepentingan masyarakat. Perlu menjadi catatan, bahwa penggunaan teknik aksi
sosial memiliki resiko yang sangat besar baik bagi masy. maupun pekerja sosial
sendiri, sehingga teknik ini biasanya menjadi pilihan terakhir dalam
pengembangan masyarakat.
Beberapa teknik aksi sosial yang
biasa digunakan, diantaranya adalah:
1. Aksi legal (legal action), misal
demontrasi
2. Aksi Melawan Hukum (illegal action),
misal ketidakpatuhan warga.
3. Class action lawsuit, yaitu
teknik yang mengacu pada suatu situasi dimana suatu kesatuan dituntut karena
melakukan pelanggaran hukum tertentu dan diperkirakan bahwa pengadilan akan
diberlakukan untuk keseluruhan
8. Kesimpulan
Dalam mengorganisir masyarakat agar
masyarakat dapat lebih mudah menyelesaikan permasalahan sosialnya diperlukan
adanya kolaborasi antara masyarakat, fasilitator sebagai pekerja social, serta
berbagai para ahli yang telah professional yang menangani bidang permasalahan
di masyarakat.
Dalam berkolaborasi dengan
masyarakat hal yag harus diperhatikan adalah kemampuan seorang pekerja social
untuk dapat bekerja sama dengan pihak lalin baik itu tim ahli, instans, atau
pun pihak yang berkaitan dengan penyelesaian program yang sedang diselesaikan.
9. Saran
Penulis sangat menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan, baik dalam hal penulisan
maupun penyajian materi yang disajikan dalam bab pembahasan. Atas segala
kekurangan penulis mohon maaf dan semoga bahan makalah yang ada di tangan
pembaca ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan keilmuwan mengenai
COCD.
Sumber: buku COCD
Komentar
Posting Komentar