Langsung ke konten utama

Unggulan

Rubrik Rumah Tangga: Cinta Kedaluarsa

Seiring berjalannya waktu cinta dalam rumah tangga mengalami pasang surut. Belasan tahun menjalani pernikahan pasti banyak yang telah berubah. Begitu juga dengan pasangan kita. Pak cah (cahyadi takariawan) mengatakan bahwa pasangan kita layaknya mikroorganisme yang terus berubah, terus berkembang seiring berjalannya waktu. Jika karena fisiknya yang telah berubah engkau meninggalkannya, sungguh begitu dangkal cintamu Jika karena emosinya yang meledak-ledak engkau meninggalkannya cintamu begitu murah Jika karena sifatnya yang menjengkelkan engkau meninggalkannya, cintamu   pun begitu receh Jika engkau menganggap pasanganmu kini tidak bisa menyamaimu atau merasa sudah tidak sebanding lagi maka perlu dipertanyakan niat awalmu menikah Jika engkau suka membandingkan pasanganmu dengan pasangan orang lain yang bisa begini dan begitu mungkin engkau juga pantas dibandingkan dengan yang lain juga Jika engkau merasa tidak puas dengan pasanganmu coba tanyakan juga apakah pasanganm...

Diskriminasi dan Kesetaraan Gender Bagi Perempuan




Diskriminasi dan Kesetaraan Gender Bagi Perempuan

Diskriminasi perempuan bisa berasal dari tatanan terkecil masyarakat yaitu keluarga. Ketika di dalam keluarga seorang ibu harus serba mengalah dari sang ayah juga dapat disebut sebagai diskriminasi. Misalnya istri tidak boleh bekerja hanya menurut saja pada suami sementara istri harus membantu keluarganya yang masih kesulitan ekonomi, disini lah perang bathin istri mulai berkecamuk. Belum lagi urusan dalam rumah tangga dalam hal mengurus rumah, mengurus anak, semuanya tentu akan diserahkan kepada istri padahal peran suami di dalam keluarga juga sangat dibutuhkan. Suami bukan hanya diberi tanggung jawab untuk mencari nafkah tapi juga mendidik anak-anak sangat memerlukan peran suami.

Dilema ibu bekerja adalah dia harus mengurus pekerjaan domestic rumah tangganya, mengurus keperluan suaminya, mengurus anaknya (bukan hanya memandikan, menyuapi makan, tapi juga mengajarinya pelajaran sekolah) dan juga mengurusi pekerjaannya sendiri.

Sementara suami hanya mengurusi pekerjaan kantornya saja.

Kesetaraan gender diinginkan kaum ibu mungkin karena dia merasa beban yang dia rasa terlalu berat. Sementara sang suami tidak bisa memahami kondisinya. Seakan sang suami merasa hal yang lumrah bahwa pekerjaan memasak, mencuci baju, mencuci piring, mengurus anak, memandikan, menyuapi, mengajarinya, menyapu rumah, mengepel lantai, membuang sampah, menyikat wc semua adalah tugas istri.

Ditambah lagi ketika sang suami membandingkan istrinya dengan ibunya yang kondisinya tidak sama lagi seperti kehidupan sekarang. Dulu ibu bisa melakukan semuanya tanpa bantuan ayah, padahal anaknya banyak. Sementara kamu baru punya anak satu sudah kelabakan dan menangis tak bisa menyelesaikan semuanya, padahal kehidupan jaman dulu lebih susah.

Hal semacam ini tentu akan menjadi boomerang di dalam rumah tangga dan bisa memicu matinya rasa cinta.

Istri akan merasa didiskriminasi oleh keadaannya yang terjepit. Semua serba salah. Ketika istri ingin bekerja namun suami tidak menyetujui padahal kebutuhan ekonomi sangat sulit, ketika istri tidak bekerja ia menjadi bahan cemo’ohan, “jadi istrinya gak kerja ya, ngapain aja dirumah” dan ketika istri bekerja pun akan mendapat cacian, “kasian ya anaknya gak keurus, ibunya kerja terus” belum lagi dari suaminya yang ketika ada ketidak cocokan akan berkata, “sekarang sudah bisa ya melawan suami karena sudah berpenghasilan sendiri” lalu sebagai istri harus bagaimana?

Ketika istri jatuh dalam kondisi sulit serba salah seperti ini bukan tidak mungkin syndrome baby blues akan muncul walaupun anak-anak sudah tumbuh besar.

Kondisi sulit yang dialami sang istri bisa membuatnya merasa terdiskriminasi oleh keadaan yang ada. Dia dituntut untuk menjadi ibu yang sempurna, anak-anak tidak boleh sakit dan cidera jika hal itu terjadi ibulah yang salah. Jika suami berselingkuh, istrilah yang salah karena tidak pandai menjaga hati suaminya dan tidak bisa mempercantik diri. Jika anak kurang cerdas dalam hal akademis istrilah yang salah karena istri tak mengajarinya dirumah. Jika rumah kotor istrilah yang salah karena tidak membersihkannya. Jika masakan tidak enak istri jugalah yang salah karena tidak pandai dalam memasak.  Mejnadi seorang istri sangatlah melelahkan apalagi ditambah dengan menjadi seorang ibu yang mengurusi anak-anaknya. Kelelahan ini akan menjadi depresi jika semua hal dipusatkan ke ibu. Bukan hanya depresi tapi juga diskriminasi terhadap kaum ibu.

Tidak heran jika mendengar berita pernikahan sudah dijalankan sekian belas tahun, anak sudah besar-besar, tiba tiba bercerai. Di dunia ini tidak ada yang tiba-tiba semuanya akan terjadi berdasarkan urutan kejadian yang sudah dijalani setiap harinya. Semakin hari pasangan kita akan berubah kepribadiannya. Perasaan tidak puas, ingin pasangan tampil sempurna tapi lupa menyempurnakakn diri sendiri, ingin mendapatkan kasih sayang tapi lupa bagaimana cara menyanyagi yang tulus, ingin dicintai tapi lupa cara mencintai, selalu melihat kelebihan diri sementara kepada pasangan yang dilihat selalu kekurangannya, bukan tidak mungkin perpisahan menjadi kata yang siap kapanpun akan meluncur seperti lava pijar gunung berapi.

Diskriminasi dan kesetaraan gender yang digaungkan kaum perempuan diluar sana bisa saja berawal dari rumahnya sendiri, dari keluarganya sendiri, dari pengalaman pribadi sendiri. Tapi menurut hemat saya, kita tak perlu kesetaraan gender jika saja kaum pria mengerti kedudukannya, bahwa ia harus menghormati kaum wanitanya, menjadikannya tulang rusuk bukan tulang kaki.

Maghrib, Pekanbaru, 11 Agustus 2021


Komentar

Postingan Populer